Unik! Resto Ini Punya Kasir Virtual Yang Kerja Via Zoom Dari Filipina

Jakarta -

Jaringan restoran ramen di New York, Amerika Serikat jadi perbincangan hangat bukan lantaran menunya, melainkan pegawainya. Tak ada sosok kasir nan datang secara bentuk di sana.

Kecanggihan teknologi dimanfaatkan dengan baik oleh para pengusaha restoran. Tak hanya untuk mempercepat proses produksi alias menyiapkan makanan, tapi juga dalam perihal Sumber Daya Manusia (SDM).

Rupanya dengan teknologi nan canggih, pegawai restoran bisa saja tidak perlu datang secara bentuk untuk melayani pembayaran pelanggan. Mereka bisa kerja 'jarak jauh' secara virtual melalui aplikasi Zoom.

Hal ini tercermin dari restoran Sansan Ramen nan ada di Long Island City, Queens, New York. Mengutip Next Shark (11/4/2024), mereka mempekerjakan pegawai kasir virtual nan berbasis di Filipina.

Kasir itu dilaporkan mempunyai tugas mulai dari menyapa pengguna hingga menemani mereka check-out secara virtual dari rumah mereka di Filipina. Semuanya dilakukan via aplikasi Zoom.

Mengutip Pie, salah satu dari pegawai kasir virtual itu sudah bekerja selama 6 bulan. Wanita itu dipekerjakan oleh perusahaan berjulukan Happy Cashier.

Ia mengaku menikmati pekerjaannya, tapi enggan menyebut besar gajinya pada reporter New York Post. Kasir berumur 33 tahun itu juga mengungkap jika pengguna diharuskan menambahkan tip hingga 18% dari total shopping mereka untuk diberikan pada pegawai restoran.

Kasir virtual itu mengungkap beberapa pengguna pernah meninggalkan jumlah tip nan besar. Ia pu membagikannya ke manajer dan pegawai dapur.

Hanya saja belum diketahui pasti soal patokan kompensasi kerja secara virtual seperti ini. Namun langkah serupa juga terlihat diterapkan di Sansan Ramen, Sansan Chicken alias Yaso Kitchen di Manhattan, Queens, dan Jersey City.

Mereka terindikasi mengambil kesempatan untung dari kesenjangan bayaran minimal antara New York City dan negara Asia Tenggara, di mana bayaran minimum per hari adalah sekitar 610 peso alias Rp 173 ribuan saja.

Mengenai langkah kerja baru seperti ini, muncul perbedaan pendapat. Ada nan mengapresiasi, tapi ada pula nan mengkritik lantaran dianggap kurang mempunyai hubungan antarmanusia.

Minus lainnya, langkah ini bisa menghilangkan kesempatan kerja lokal di negara tempat sebuah restoran betul-betul berada. Belum lagi soal hambatan teknis nan mungkin terjadi.

Pakar teknologi beranggapan bahwa perihal ini menunjukkan kemungkinan langkah pemotongan biaya dengan potensi kemajuan lebih lanjut dalam teknologi jasa pelanggan. Salah satunya menggunakan avatar AI di masa depan.

(adr/odi)